Kamera digital modern kini semakin banyak yang dilengkapi dengan fasilitas format file RAW yang tentunya menjadi nilai tambah tersendiri bagi pemiliknya karena tidak lagi hanya mengandalkan file JPG semata. Namun bisa jadi masih banyak orang yang belum memanfaatkan fasilitas ini karena kurangnya informasi yang jelas mengenai format RAW dan bagaimana menggunakannya dengan optimal.
Tidak seperti JPG, format RAW pada kamera digital bukanlah sebuah standar yang digunakan secara luas. Tiap merk kamera justru memiliki format RAW yang berbeda-beda seperti .CRW (Canon), .NEF (Nikon) dan .ORF (Olympus).Hal ini dikarenakan file RAW merupakan keluaran dari sensor yang masih belum diproses oleh kamera. Tiap merk kamera memiliki teknologi sensor yang berbeda secara jenis dan resolusi, yang mana data output dari sensor itu memerlukan teknik pemrosesan tersendiri sehingga menjadi file JPEG yang siap pakai.
Lebih jauh dengan format RAW
File RAW merupakan perwujudan dari setiap piksel yang ada pada sensor, yang notabene adalah rangkaian peka cahaya yang tersusun secara baris dan kolom yang tiap pikselnya akan menangkap cahaya, merubahnya menjadi tegangan dan diproses menjadi data digital, semisal 12 atau 14 bit. Dengan 12 bit setiap piksel mampu menangani perbedaan terang gelap sebanyak 4.096 level sedang dengan 14 bit mampu membedakan terang gelap hingga 16.384 level.
Sampai tahap di atas sensor belum menangkap warna, karena gambar yang dibentuk baru sebatas grayscale dari hasil tangkapan terang gelap sensor. Untuk itu di tiap piksel dipasang filter warna sehingga tiap piksel akan menangkap satu dari tiga warna berikut : Red (R), Green (G) dan Blue (B). Ambil contoh filter warna merah, piksel sensor yang dipadukan dengan filter merah akan menghasilkan keluaran grayscale namun berwarna merah. Sehingga jelas disini kalau setiap piksel selain memiliki informasi terang gelap (luminance) juga memiliki informasi warna (chrominance).
Keluaran dari sensor yang sudah mengandung informasi luminance dan chrominance dari setiap piksel pada sensor inilah yang dinamakan format RAW. Data ini masih berukuran besar (bisa mencapai puluhan mega byte) dan akan diproses lebih lanjut di dalam kamera, atau disimpan di memori sebagai file mentah siap olah.
Tahap konversi dari RAW menjadi JPG
Format RAW sendiri barulah tahap awal dari proses panjang pemrosesan foto secara digital, entah itu dilakukan otomatis pada kamera maupun secara manual memakai komputer. Bila ingin melakukan proses konversi dari RAW menjadi file lainnya (semisal JPG) maka diperlukan program konversi atau biasa disebut RAW converter. Pada dasarnya teknologi kamera digital dalam menghasilkan file JPG kini sudah semakin modern dengan kemampuan proses data yang semakin baik, sehingga sebagian besar proses di kamera sudah bisa dibilang memuaskan.
Untuk melakukan konversi dari file RAW menjadi JPG akan melalui tahapan proses berikut :
• Interpolasi (demosaicing)
Proses ini adalah tahapan umum bagi sensor yang mengandalkan filter warna Beyer. Karena tiap piksel hanya memiliki satu informasi warna (entah merah, biru atau hijau) maka diperlukan proses interpolasi yang akan menambahkan warna lain berdasarkan data dari piksel yang bertetangga. Proses ini memang menghasilkan warna yang kurang akurat apalagi bila dibandingkan dengan filter Foveon yang punya 3 lapis filter RGB.
• Koreksi gamma
File RAW memiliki kurva gamma yang linier dan sangat berbeda dengan tonal yang ditangkap oleh film maupun mata manusia. Hal ini dikarenakan sensor adalah perangkat linier, bila cahaya yang mengenai sensor naik dua kali lipat maka tegangan keluaran sensor juga naik dua kali lipat. Untuk itu diperlukan koreksi gamma (tone curve) sehingga tonal yang dihasilkan bisa mendekati apa yang dilihat oleh mata manusia.
• Sharpening, kontras, saturasi dan white balance
Inilah proses untuk membuat file JPG menjadi tampak lebih menarik, yaitu menaikkan ketajaman, meningkatkan kontras dan juga saturasi warna. File RAW yang sesungguhnya masih sangat flat, memiliki kontras yang rendah dan saturasi warna yang masih pucat. White balance diatur sehingga warna yang dihasilkan akan sesuai dengan temperatur warna dari sumber cahaya yang ada, seperti sinar matahari, lampu neon atau lampu pijar.
• Kompresi
Langkah terakhir yang khusus dilakukan bila ingin file RAW menjadi JPG adalah kompresi, dimana konsep JPG sendiri adalah lossy compression sehingga sebagian data akan dihilangkan. Semakin tinggi tingkat kompresi maka semakin banyak data yang dibuang, semakin kecil ukuran file JPG dan semakin jelek hasil fotonya (muncul artefak yang mengganggu).
Dengan mengerjakan tahap demi tahap diatas secara terpisah memakai RAW converter, kita bisa melakukan pengaturan tingkat lanjut untuk setiap foto yang ada, namun akan memakan waktu lama meski sepadan dengan hasil yang didapatkan. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu tujuan memotret dan apakah perlu menyimpannya kedalam file RAW atau cukup memakai JPG saja.
Untung rugi format RAW
Banyak yang saat akan membeli kamera digital, mensyaratkan kalau kamera yang akan dibelinya harus bisa membuat file RAW untuk keleluasaan pengolahan gambar. Hal ini wajar karena dengan memotret memakai format RAW akan membuka banyak kesempatan menghasilkan foto yang lebih baik. Tidak seperti JPG yang sudah sangat sulit untuk diolah kembali secara leluasa, file RAW masih belum tersentuh pengolahan digital apapun dan memberi banyak ruang untuk olah digital.
Inilah beberapa keuntungan memotret (dan mengedit) dengan format RAW :
• kendali penuh akan White Balance, tonal, kontras, saturasi, sharpening dan noise reduction
• kendali akan eksposur, terhindar dari under/over eksposur
• kesempatan mendapat dynamic range lebih lebar berkat tonal per piksel yang lebih tinggi
• memungkinkan memakai metoda lossless compression sehingga terhindar dari artefak khas dari kompresi JPG
Adapun kerugian memakai format RAW adalah :
• ukuran file lebih besar, menghabiskan ruang kosong di memori dan memperlambat proses penulisan data ke memori
• diperlukan proses lebih lanjut setelah memotret dan untuk itu perlu software RAW converter (dan komputer yang cukup bertenaga)
• proses konversi untuk banyak file akan melelahkan dan menyita waktu
• setiap ada kamera baru perlu mendownload database camera RAW yang sesuai
Program RAW converter
Pada prinsipnya file RAW tidak standar antar merk dan masing-masing kamera punya metoda sendiri untuk memproses RAW ini. Untuk itu biasanya tiap kamera yang punya fitur RAW akan menyertakan CD berisi program dasar untuk mengolah dan mengkonversi RAW ke dalam file lain seperti JPG atau TIFF. Untuk kendali yang lebih lengkap dan sarat fitur diperlukan progam lain yang dijual terpisah seperti Adobe Camera RAW (sebagai plug-in Photoshop CS), Apple Aperture untuk Mac atau Capture One dari Phase One. Bagi yang ingin mencoba program gratis, ada juga program RAW therapee yang tersedia untuk Windows dan Linux.
Pada contoh gambar disamping, terlihat banyak parameter yang bisa diatur dengan program RAWtherapee seperti Exposure, Detail, Colour dan sebagainya. Untuk pengaturan Exposure sendiri tersedia pilihan seperti Exposure Compensation, Brightness, Highlight dan Shadow, kontras serta tone curve.
Kesimpulan
Pilihan memakai file RAW atau JPG kembali pada sang fotografer itu sendiri, tiap pilihan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Teknologi JPG semakin membaik, namun juga godaan untuk mengedit sendiri file RAW terkadang sulit untuk ditahan. Apalagi kini kapasitas memory card semakin besar, demikian juga dengan kecepatan baca tulisnya, sehingga memotret RAW tidak selalu menjadi kendala di lapangan. Setiap akan memotret coba pertimbangkan lagi, bila dirasa nantinya foto yang diambil akan banyak dilakukan olah digital, gunakan saja file RAW, karena file JPG sudah tidak banyak bisa diharapkan untuk olah digital secara leluasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar