Sabtu, 23 Oktober 2010

TIPS & ETIKA MEMOTRET WEDDING

Pernikahan merupakan acara yang sakral. Selain melibatkan acara keagamaan yang dianut oleh pasangan pengantin, masyarakat Indonesia juga menjunjung tinggi adat istiadat
Berbagai pihak terlibat dihari bahagia tersebut. Penyedia jasa (vendor) bekerja keras “menyulap” sebuah tempat pesta sesuai tema / keinginan pemesan. Fotografer diantaranya, mendapat peran merekam semua kebahagiaan & keindahan yang tercipta dihari itu. Intinya semua berusaha menampilkan yang terbaik untuk terciptanya sebuah acara yang berkesan
Kadangkala keindahan tersebut rusak karena ulah penyedia jasa yang mementingkan ego-nya. Tidak sadar bahwa selama berlangsungnya acara, kesakralan tidak boleh terusik. Elemen yang berada dalam ruang pesta harus tetap enak dipandang mata. Oleh karena itu diperlukan pengertian semua pihak untuk menjaganya.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang fotografer pernikahan ?
  • Hadir pada technical meeting / rapat panitia. Sampaikan daftar yang diperlukan untuk foto. Misal : ruangan untuk foto studio, daya listrik, letak stop kontak, dll. Koordinasi yang baik antar penyedia jasa akan menjadikan semua serba teratur. Tidak ada kabel bersliweran didepan pelaminan misalnya.
  • Memahami susunan acara & hadir sesuai jadwal. Cadangkan waktu untuk mempersiapkan diri & peralatan. Jika lokasi acara tidak kita kenal, lakukan survey sebelumnya. Pada hari H semua orang sibuk dengan urusan masing-masing, jangan menambah beban mereka.
  • Berpakaian yang sopan & wajar. Terutama pada acara pernikahan tradisional, sebaiknya tidak memakai sandal, poloshirt / tshirt serta jeans “belel”. Keluarga pengantin tidak peduli merek sandal yang anda gunakan. Crocs sekalipun, tidak layak berada diruang pesta.
  • Makan sebelum kerja. Ingat… kita datang untuk bekerja
  • Pahami aturan yang berlaku dilokasi acara. Misal : adab masuk mesjid, larangan menaiki altar gereja, kewajiban memakai pakaian adat, dll
  • Tidak mengganggu personil lain yang bertugas. Misal : menghalangi pandangan pemandu acara.
  • Ingatkan calon pengantin untuk melakukan hal-hal yang akan membuat hasil foto menjadi lebih baik. Misal : banyak tersenyum, jangan terlalu sering menunduk, badan harus tegap, waktu berdoa angkat kedua tangan tinggi-tinggi, dsb. Sampaikan hal-hal tersebut sebelum acara atau beberapa hari sebelumnya, bukan pada saat acara berlangsung karena akan mengganggu konsentrasi / merusak kekhidmatan prosesi
  • Pada acara siraman calon pengantin wanita, seringkali keluarga hanya memperbolehkan wanita dan keluarga dekat yang hadir pada acara tersebut. Tugaskan fotografer wanita untuk keperluan tersebut
  • Lensa super lebar seringkali menghasilkan efek yang dramatis. Namun bila digunakan pada saat yang tidak tepat akan mengganggu. Gunakanlah lensa super lebar dengan bijaksana.
  • Gunakan peralatan sewajarnya. Perhatikan apakah estetika ruangan akan terganggu oleh alat fotografi yang digunakan. Pengantin membayar mahal untuk dekorasi ruangan. Payung & softbox seringkali menghalangi pandangan tamu kearah panggung / pelaminan. Disinilah seorang fotografer diuji, tidak tergantung pada 1 jenis alat saja.
  • Jangan terlalu banyak mengatur, serahkan jalannya acara kepada pembawa acara
  • Tampil low profile menyatu dengan acara, sehingga kehadiran fotografer tidak membuat canggung / merusak suasana. Jangan terlalu sering lalu-lalang dengan alasan mengejar momen. Tempatkan beberapa fotografer pada lokasi yang strategis untuk mendapatkan semua sudut pemotretan
  • Apabila ada petugas video / fotografer lain dilokasi acara, pintar-pintarlah mengatur “kesepakatan”. Misal agar tidak mengambil posisi saling berhadapan yang mengakibatkan kita ikut terekam (“in frame”)
  • Tepati janji kapan hasil foto akan diserahkan
Yang terakhir, fotografer profesional tidak pernah menunjukkan hasil fotonya yang gagal ke klien. Selalu tunjukkan hasil foto terbaik & simpan foto-foto yang jelek sebagai bahan introspeksi.
Semoga kita menjadi orang-orang yang lebih baik…….

Kamis, 21 Oktober 2010

8 LANGKAH SEBELUM MEMOTRET

Berbeda dengan pendapat yang popular, foto yang bagus bukan di dapat karena keberuntungan, tapi lebih ke pengambilan keputusan. Banyak hal yang perlu di pikirkan sebelum membuat sebuah foto. Untuk pemula, sulit rasanya harus memikirkan begitu banyak langkah. Tapi dengan latihan yang berkesinambungan, saya yakin kita akan dapat melakukannya secara alami.

1. Temukan subjek yang menarik

Cobalah untuk memilih subjek yang menarik, misalnya di jalan-jalan yang sibuk, usahakan mengambil foto potret dari orang, sebuah bangunan, mobil atau sebuah aktifitas. Berhati-hatilah untuk tidak memasukkan terlalu banyak elemen dalam foto tersebut. Terlalu banyak detail akan membuat orang yang melihat foto menjadi bingung tentang apa yang ingin Anda sampaikan.

2. Kualitas dan arah cahaya

Mengetahui kualitas dan arah cahaya sangat memperngaruhi suasana foto. Secara umum, ada tiga jenis cahaya
Cahaya yang keras (hard light): Biasanya diperoleh dari sumber cahaya yang relatif kecil / terkonsentrasi. Misalnya: cahaya matahari, lampu kilat kamera, senter.
Cahaya (soft light): Biasanya diperoleh dari sumber cahaya yang relatif besar. Contohnya soft box, reflektor, permukaan langit-langit.
Yang terakhir adalah cahaya yang menyebar (diffused light). Cahaya model ini berasal dari sumber cahaya yang relatif sangat besar. Misalnya langit di saat mendung atau tertutup awan.
Arah cahaya (depan, belakang, samping, atas, bawah) juga merupakan aspek yang penting untuk memberikan kesan tertentu. Perhatikan baik-baik arah dan kualitas cahaya.
Cahaya yang keras (hard light) memberikan suasana yang dramatis dan menonjolkan karakter subjek
Cahaya yang keras (hard light) memberikan suasana yang dramatis dan menonjolkan karakter subjek

3. Komposisi

Langkah pertama dalam membuat komposisi yang baik adalah memulai dari memilih latar belakang. Latar belakang yang bersih / polos adalah langkah awal yang baik. Kemudian posisikan subjek dalam lapisan-lapisan. Aturlah sedemikian rupa sehingga komposisi foto terlihat menarik.
Jika Anda baru memulai fotografi, Anda selalu bisa mempelajari rumus-rumus komposisi sebagai acuan. Banyak aturan komposisi yang bisa membantu Anda membuat komposisi yang menarik seperti rule of thirds, golden rasio, skala dan lain-lain.

4. Pilih bukaan / aperture

Bukaan lensa menentukan berapa banyak cahaya yang masuk ke bodi kamera. Bukaan juga mengatur kedalaman fokus (depth of field). Semakin besar bukaan lensa, semakin tipis kedalaman fokus dan sebaliknya. Kita harus menentukan apakah foto yang kita ambil memiliki kedalaman fokus yang tipis atau dalam.
Secara umum untuk foto potret, kita ingin kedalaman fokus yang tipis sehingga potret tersebut terlihat lebih artistik, sehingga bukaan yang kita pilih seharusnya besar. Tapi kalau kita foto pemandangan, kita biasanya ingin semua elemen dalam foto terlihat jelas dan fokus, maka bukaan yang kita pilih seharusnya kecil.

5. Pilih kecepatan rana / shutter speed

Kemudian, kita harus menentukan apakah kita mau membekukan subjek foto, atau merekam pergerakan subjek. Bila kita ingin membekukan subjek, kita harus dengan mengeset shutter speed dengan teliti.
Untuk mencegah blur karena tangan + kamera kita bergoyang, kita juga harus mengikuti aturan 1 / ukuran fokal lensa. Kemudian kita amati berapa cepat subjek foto bergerak. Subjek foto yang bergerak dengan kecepatan tinggi membutuhkan kecepatan rana yang sangat cepat.

6. Memilih lensa dan fokal lensa yang optimal

Tidak semua lensa itu menghasilkan hasil yang sama. Ada lensa lebar, lensa standard dan lensa telefoto. Setiap fokal lensa memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Lensa lebar memberikan kesan dimensi, distorsi, dan kedalaman fokus yang dalam. Di lain pihak, lensa telefoto membuat foto menjadi dua dimensi (efek kompresi), membuat kedalaman fokus menjadi tipis dan membesarkan subjek yang jauh.
Cobalah foto dengan lensa yang berbeda-beda dan fokal lensa yang berbeda-beda untuk semakin memahami efek-efek yang ditimbulkan tiap-tiap lensa.

7. Tentukan ekposur yang optimal

Kamera biasanya menentukan secara otomatis ekposur yang optimal. Tapi kadang setting yang dibuat kamera tidak sesuai dengan keinginan kita. Misalnya, bila kita ingin membuat foto low key (foto yang bernuansa gelap) atau high key (foto bernuansa terang), kita harus mengatur setting kamera sendiri supaya optimal.
Tentukan setting eksposur kamera tergantung dari hasil akhir yang Anda visualisasikan dengan mode manual atau gunakan fungsi kompensasi ekposur, saat mengunakan setting otomatis atau semi otomatis (P,S,A)

8. Timing

Putuskan juga apakah waktu dalam pengambilan gambar penting atau tidak. Untuk foto still life (subjek tidak bergerak), timing mungkin tidak terlalu penting. Tapi untuk candid terutama foto olahraga, timing menjadi sangat penting. Bila demikian, berlatihlah untuk bisa mengambil foto dengan timing yang tepat. Latihan antisipasi, kesabaran dan kuasailah kamera/alat fotografi Anda sehingga bisa mengambil foto dengan timing yang optimal.
Untuk foto olahraga, timing dan setting shutter speed yang optimal merupakan hal yang penting
Untuk foto olahraga, timing dan setting shutter speed yang optimal merupakan hal yang penting

Selasa, 19 Oktober 2010

Teknik fotografi blitz/flash Light

Blitz atau flash diterjemahkan secara bebas menjadi lampu kilat. Ini merupakan satu asesori yang sangat luas dipakai dalam dunia fotografi. Fungsi utamanya adalah untuk meng-illuminate (mencahayai/menerangi) obyek yang kekurangan cahaya agar terekspos dengan baik. Tetapi belakangan penggunaannya mulai meluas untuk menghasilkan foto-foto artistik. Artikel ini akan membahas dasar-dasar pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan flash dengan benar. Menggunakan lampu kilat bukan hanya sekedar menyalakan flash, mengarahkan kamera kemudian klik dan jadilah satu foto yang terang, tetapi ada hal-hal yang perlu kita ketahui demi mendapat karya fotografi yang baik.
blitz dan GN (Guide Number)
Untuk membagi/mengklasifikasikan blitz, ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan. Yang pertama, berdasarkan ketersediaan dalam kamera maka blitz dibagi menjadi built-in flash dan eksternal. flash built-in berasal dari kameranya sendiri sedangkan blitz eksternal adalah blitz tambahan yang disambung menggunakan kabel atau hot shoe ke kamera. Selain itu, kita juga dapat membaginya berdasarkan tipe/merk kamera.
Kita mengenal dedicated flash dan non-dedicated flash. Dedicated flash adalah flash yang dibuat khusus untuk menggunakan fitur-fitur tertentu dalam suatu kamera spesifik. Biasanya produsen kamera mengeluarkan blitz yang spesifik juga untuk jajaran kameranya dan dapat menggunakan fitur-fitur seperti TTL, slow sync atau rear sync, dll. Sedangkan blitz non-dedicated memiliki fungsi-fungsi umum saja dari kebanyakan kamera dan bisa digunakan terlepas dari tipe/merk kamera. flash jenis inilah yang biasanya membutuhkan banyak perhitungan karena flash yang sudah dedicated sudah mendapat informasi pencahayaan dari kamera sehingga tidak membutuhkan setting tambahan lagi.
Ada juga flash yang kekuatan outputnya (GN) bisa diatur dan ada juga yang tidak bisa (fixed GN). Kita akan cenderung lebih banyak membicarakan tentang flash yang non-dedicated, non-TTL, dan fixed GN.
Dalam fotografi menggunakan blitz, kita tidak akan lepas dari kalkulasi-kalkulasi yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang terefleksi balik dari obyek yang kita cahayai. Karena itu, kita akan berjumpa dengan apa yang sering disebut GN (Guide Number) atau kekuatan flash. Secara singkat kita dapat katakan kalau flashnya berkekuatan besar, maka akan dapat mencahayai satu obyek dengan lebih terang dan bisa menjangkau obyek yang lebih jauh.
GN pada dasarnya merupakan perhitungan sederhana kekuatan flash. Kita mengenal 2 macam penulisan GN yaitu dengan menggunakan perhitungan satuan yang berbeda yaitu m (meter) dan feet (kaki). Lazimnya di Indonesia kita menggunakan hitungan dengan m. Ini merupakan salah satu pertimbangan juga karena untuk flash dengan kekuatan sama, angka GN m dan feet berbeda jauh. Selain itu, umumnya GN ditulis untuk pemakaian film dengan ISO/ASA 100 dan sudut lebar (35mm/24mm/20mm).
GN merupakan hasil kali antara jarak dengan bukaan (f/ stop atau aperture) pada kondisi tertentu (ISO/ASA 100/35mm/m atau ISO/ASA 100/35mm/feet). Sebagai contoh, jika kita ingin menggunakan flash untuk memotret seseorang yang berdiri pada jarak 5m dari kita menggunakan lensa 35mm dan kita ingin menggunakan f/2.8 maka kita memerlukan flash ber-GN 14. Penghitungan yang biasa digunakan biasanya justru mencari aperture tepat untuk blitz tertentu. Misalnya, dengan blitz GN 28 maka untuk memotret obyek berjarak 5m tersebut kita akan menggunakan f/5.6.
GN ini hanya merupakan suatu panduan bagi fotografer. Bukan harga mati. Yang mempengaruhinya ada beberapa. Salah satunya adalah ISO/ASA yang digunakan. Setiap peningkatan 1 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah sebesar sqrt(2) atau sekitar 1,4 kali (atau jarak terjauh dikali 1.4) dan peningkatan 2 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah 2 kali (atau jarak terjauh dikali 2).
Indoor flash
blitz sering bahkan hampir selalu digunakan di dalam ruangan. Alasannya karena di dalam ruangan biasanya penerangan lampu agak kurang terang untuk menghasilkan foto yang bisa dilihat. Memang, ada teknik menggunakan slow shutter speed untuk menangkap cahaya lebih banyak, tapi biasanya hal ini menyebabkan gambar yang agak blur karena goyangan tangan kameraman maupun gerakan dari orang yang ingin kita foto. Karena itu, biasanya kita menggunakan blitz.
Penggunaannya biasanya sederhana. Kita bisa setting kamera digital di auto dan membiarkannya melakukan tugasnya atau bisa juga kita melakukan setting sendiri menggunakan perhitungan yang sudah dilakukan di atas. Tidak sulit. Hanya saja, ada beberapa hal perlu kita perhatikan agar mendapatkan hasil maksimal.
1. Jangan memotret obyek yang terlalu dekat dengan blitz yang dihadapkan tegak lurus. Ambil contoh dengan blitz GN 20 yang menurut saya cukup memadai sebagai blitz eksternal bagi kamera digital dalam pemotretan indoor dalam ruangan (bukan aula). Jika kita ingin memotret sebutlah orang pada jarak 2 meter dengan ISO/ASA 200 maka kita membutuhkan f/16 yang tidak tersedia pada sebagian besar PDC dan akan menghasilkan gambar yang over. Karena itu, untuk PDC/DSLR biasanya sudah terdapat flash built-in yang TTL dan memiliki GN agak kecil (8-12 pada sebagian PDC, 12-14 pada DSLR). Gunakan itu daripada flash eksternal untuk obyek yang agak dekat.
2. Kombinasikan flash dengan slow shutter speed untuk mendapatkan obyek utama tercahayai dengan baik dan latar belakang yang memiliki sumber cahaya juga tertangkap dengan baik. Ini adalah suatu teknik yang patut dicoba dan seringkali menghasilkan gambar yang indah. Jangan takut menggunakan speed rendah karena obyek yang sudah dikenai flash akan terekam beku (freeze).
3. Bila ruangan agak gelap, waspadai terjadinya efek mata merah/red eye effect. Efek mata merah ini terjadi karena pupil mata yang membesar untuk membiasakan diri dengan cahaya yang agak gelap tetapi tiba-tiba dikejutkan cahaya yang sangat terang dari flash. Jika kamera dan/atau flash terdapat fasilitas pre-flash/red eye reduction, gunakan hal ini. Jika tidak, akali dengan mengubah sudut datangnya cahaya flash agar tidak langsung mengenai mata.
4. Dalam ruangan pun ada sumber cahaya yang kuat seperti spotlight. Hindari memotret dengan menghadap langsung ke sumber cahaya kuat tersebut kecuali ingin mendapatkan siluet yang tidak sempurna (kompensasi under 1 – 2 stop untuk siluet yang baik). Dalam kondisi demikian, gunakan flash untuk fill in/menerangi obyek yang ingin dipotret tersebut.
Bounce/Diffuse
flash adalah sumber cahaya yang sangat kuat. Selain itu, flash adalah cahaya yang bersumber dari sumber cahaya yang kecil (sempit). Karenanya, bila cahaya ini dihadapkan langsung pada suatu obyek akan menyebabkan penerangan yang kasar (harsh). Dalam sebagian besar foto dokumentasi konsumsi pribadi dimana petugas dokumentasi menggunakan kamera point & shoot (film/digital) ini bisa diterima. Tetapi dalam tingkat yang lebih tinggi dimana hasil foto ini akan menjadi konsumsi umum, alur keras cahaya akan memberi efek yang kurang sedap dipandang. Ditambah lagi biasanya ini akan menyebabkan cahaya flash memutihkan benda yang sudah agak putih dan menyebabkan detail-detail tertentu lenyap.
Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari hal ini dalam artian melunakkan cahaya tersebut:
1. Memperluas bidang datang cahaya yaitu dengan memantulkannya ke bidang lain (bounce).
2. Menyebarkan cahaya yang datang dari sumber kecil tersebut sehingga meluas (diffuse).
Bounce flash dilakukan dengan cara memantulkan flash ke satu bidang yang luas sehingga cahaya datang dalam sudut yang lebih luas. Kita bisa menggunakan langit-langit atau dinding yang ada dalam ruangan. Jika flash eksternal yang terpasang pada kamera digital terhubung melalui hot shoe, maka flash tersebut harus memiliki fasilitas tilt untuk memantulkan cahayanya. Jika terpasang melalui kabel synchro, maka kita bisa memasang flash pada bracket dengan posisi sedikit menghadap ke atas/samping atau memegangnya dengan posisi demikian.
Posisi memantulkan yang tepat agar cahaya jatuh tepat pada obyek adalah dengan menghadapkan flash tersebut pada langit-langit di tengah fotografer/flash dan obyek.
Beberapa hal perlu kita perhatikan dalam memanfaatkan bounce flash ini adalah:
1. Jarak untuk menghitung f/stop berubah bukan menjadi jarak kamera dan obyek tetapi berubah menjadi jarak yang dilalui oleh cahaya flash tersebut. Normalnya pada sudut tilt 45° kita akan melebarkan aperture 1 stop dan pada sudut tilt 90° kita melebarkan aperture sebesar 2 stop. Tentunya ini hanya panduan ringkas. Pada pelaksanaan tergantung teknis di lapangan.
2. Berkaitan dengan no. 1 di atas, maka jarak langit-langit/dinding tidak boleh terlalu jauh atau akan jadi percuma.
3. Gunakan selalu bidang pantul berwarna putih dan tidak gelap. Warna selain putih akan menyebabkan foto terkontaminasi warna tersebut sedangkan warna gelap akan menyerap cahaya flash tersebut.
4. Perhatikan bisa terjadi kemunculan bayangan pada sisi lain cahaya. Misalnya jika kita memantulkan ke langit-langit maka kita akan mendapatkan bayangan di bawah hidung atau dagu dan jika kita memantulkan ke dinding di kiri maka akan ada bayangan di sebelah kanan. Untuk mengatasinya kita dapat menyelipkan sebuah bounce card di bagian depan flash tersebut sehingga ketika kita memantulkan cahaya ke atas/samping kita tetap memiliki cahaya yang tidak terlalu kuat yang mengarah ke depan dan menetralisir bayangan yang muncul.
Untuk mengambil foto secara vertical, akan mudah kalau kita menggunakan koneksi kabel karena kita dapat dengan mudah menghadapkan flash ke atas jika menggunakan bracket atau dipegang. Tetapi jika koneksi kita adalah hot shoe maka pastikan flash kita memiliki fasilitas swivel head sehingga dapat kita putar menghadap ke atas. Lebih bagus lagi jika kita memiliki flash yang dapat di-tilt dan swivel. Ini akan mengakomodasi sebagian besar kebutuhan kita.
Cara lain melunakkan cahaya adalah dengan memperluas dispersinya. Caranya gunakan flash diffuser. flash diffuser akan menyebarkan cahaya yang keluar dari flash ke segala arah sehingga cahaya yang keluar tidak keras. Umumnya tersedia diffuser khusus untuk flash tertentu mengingat head flash berbeda-beda. Dapat juga kita membuat sendiri diffuser untuk flash kita menggunakan bermacam-macam alat.
Ketika kita menggunakan diffuser, sebenarnya kita menghalangi area tertentu dari arah cahaya flash dan membelokkannya ke tempat lain. Ini mengurangi kekuatan flash yang kita gunakan tersebut. Jika diffuser yang kita gunakan adalah hasil beli, maka kita dapat membaca berapa kompensasi aperture yang kita perlukan ketika menghitung eksposur. Biasanya terdapat pada kotak atau kertas manual. Jika kita memutuskan membuat sendiri, maka kita bisa melakukan eksperimen berkali-kali agar mendapatkan angka yang pas untuk kompensasi yang diperlukan kali lainnya.
Outdoor flash
Sekilas jika kita berpikir tentang penggunaan flash, maka kita akan tahu kalau itu berlaku untuk suasana pemotretan yang kekurangan cahaya. Karenanya, kita umumnya tidak memikirkan tentang perlunya penggunaan flash pada pemotretan luar ruangan (siang hari, of course) karena sinar matahari sudah sangat terang. Di sinilah kesalahan kita dimulai. flash sangat dibutuhkan pada pemotretan outdoor, terutama pada:
  1. Kondisi obyek membelakangi matahari. Pada kondisi seperti ini, meter kamera akan mengira suasana sudah cukup terang sehingga akan menyebabkan obyek yang difoto tersebut gelap/under karena cahaya kuat tersebut percuma karena tidak direfleksikan oleh obyek. Cara mengakalinya adalah dengan melakukan fill in pada obyek sehingga walaupun latar sangat terang tetapi obyek tetap mendapat cahaya.
  2. Matahari berada di atas langit. Ini akan mengakibatkan muncul bayangan pada bawah hidung dan dagu. Gunakan flash untuk menghilangkannya. Untuk melembutkan cahayanya gunakan bounce card atau diffuser.
  3. Obyek berada pada open shade (bayangan). flash digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada keseluruhan obyek karena bayangan akan membuat gradasi gelap yang berbeda-beda pada bagian-bagian obyek apalagi wajah manusia.
  4. Langit sangat biru dan menggoda. Jika kita tidak tergoda oleh birunya langit dan rela mendapat foto langit putih ketika memotret outdoor maka silahkan lakukan metering pada obyek tanpa menggunakan flash atau dengan flash. Jika kita rela obyek kekurangan cahaya asalkan langit biru silahkan lakukan metering pada langit. Nah, jika kita ingin langit tetap biru sekaligus obyek tercahayai dengan baik, gunakan metering pada langit dan fill flash pada obyek. Ini akan menghasilkan perpaduan yang tepat dan pas.
  5. Langit mendung. Ketika langit mendung, jangan segan-segan gunakan flash karena efek yang ditimbulkan awan mendung akan sama seperti jika kita berada di bawah bayangan.

MENGENAL SHUTTER SPEED ATAU KECEPATAN RANA

Kecepatan Rana dalam bahasa indonesia . Shutter adalah semacam layer yang menutup sensor . Pada waktu kita men-jepret , Shutter ini akan terbuka selama bbrp waktu sehingga sensor bisa merekam cahaya yang masuk melalui lensa . Durasi pembukaan shutter inilah yang dikenal sebagai Shutter Speed . Logikanya , semakin lama shutter dibuka akan semakin banyak cahaya yang masuk . Dan sebaliknya semakin cepat shutter dibuka maka makin sedikit cahaya yang terekam .

Satuannya detik . Satuannya lebih mudah dipahami ketimbang satuan Aperture . Untuk mengurangi banyaknya cahaya yang masuk menjadi setengah sebelumnya (-1 stop ), waktu Shutter Speed tinggal di bagi 2 . Dan sebaliknya , untuk menambah cahaya menjadi 2x sebelumnya ( +1 stop ) tinggal di kalikan 2 . Pada kamera Nikon D50 , nilai Shutter Speed yang dapat digunakan pada kamera adalah 60 , 32 , 16 , 8 , 4 , 2 , 1s , 1/2 , 1/4 , 1/8 , 1/16 , 1/32 , 1/64 , 1/125 , 1/250 , 1/500 , 1/1000 , 1/2000 , 1/4000 . 1/4000 . Range nilai Shutter Speed pada kamera tipe/merk lain kurang lebih sama . Pada beberapa kamera pro , kecepatannya bisa sampai 1/8000s . Cukup cepat untuk memotret peluru yang melesat !!

Slow Shutter Speed

Teknis dengan menggunakan shutter speed yang rendah ( nilai besar ) . Biasa digunakan pada kondisi kurang cahaya , shutter dibuka lebiiih lama agar kamera dapat mengumpulkan cukup cahaya untuk menghasilkan gambar yg kita inginkan . Jika kita memotret suatu scene dengan beberapa obyek yang bergerak , akan menghasilkan sebuah efek baru yang keren .

Misal memotret lalu lintas di malam hari menimbulkan efek “jalur cahaya” / lightrail . Lampu dari mobil2 yang berseliweran direkam dalam sensor .
Slow speed juga bisa menimbulkan kesan dinamis pada foto kita . Seperti pada foto air dibawah . Foto ini aga tricky karena diambil pada siang hari dimana masih banyak cahaya . Triknya adalah kita mengurangi cahaya yang masuk ke sensor dengan memasangkan sebuah atau beberapa (stack) filter ND ( Neutral Density ) . Filter ini akan mengurangi cahaya bberapa kali dari semula ( tergantung level filter ND ) sehingga kondisi banyak cahaya pun akan tampak seperti malam .



Atau yang lebih extreem dengan menggunakan mode BULB dimana shutter akan tetap dibuka selama kita menekan tombol shutter . Biasanya cuman ada di kamera DSLR ( beli beli hehehe ) . Di malam yang gelap sekalipun , kita tetap bisa menangkap momen yang ada ,seperti merekam lintasan bintang-bintang di langit. Foto dibawah ini diambil dengan shutter speed = 16 menit .



Slow Shutter Speed dan Tripod

Tripod adalah suatu yg mutlak dibutuhkan jika kita ingin berexperimen dengan foto-foto slow speed . Alasannya karena kamera harus ditopang oleh obyek lain selama shutter terbuka . Jika tidak , maka foto yang dihasilkan akan blur karena kamera goyang geser kesana kemari . Manusia normal ga akan kuat berdiri diam memegangi kamera selama bbrp sec tanpa goyang . Kecuali ente manusia robot yang bisa meng-hibernate diri sendiri :p . Well , tidak harus tripod sih .. obyek lain seperti karung pasir juga bisa . Yang penting cukup solid untuk menahan kamera selama shutter terbuka . Okeh ?

Senin, 18 Oktober 2010

MENGENAL FILE RAW & PERBEDAAN DENGAN JPG

Kamera digital modern kini semakin banyak yang dilengkapi dengan fasilitas format file RAW yang tentunya menjadi nilai tambah tersendiri bagi pemiliknya karena tidak lagi hanya mengandalkan file JPG semata. Namun bisa jadi masih banyak orang yang belum memanfaatkan fasilitas ini karena kurangnya informasi yang jelas mengenai format RAW dan bagaimana menggunakannya dengan optimal.
Tidak seperti JPG, format RAW pada kamera digital bukanlah sebuah standar yang digunakan secara luas. Tiap merk kamera justru memiliki format RAW yang berbeda-beda seperti .CRW (Canon), .NEF (Nikon) dan .ORF (Olympus).Hal ini dikarenakan file RAW merupakan keluaran dari sensor yang masih belum diproses oleh kamera. Tiap merk kamera memiliki teknologi sensor yang berbeda secara jenis dan resolusi, yang mana data output dari sensor itu memerlukan teknik pemrosesan tersendiri sehingga menjadi file JPEG yang siap pakai.

Lebih jauh dengan format RAW
File RAW merupakan perwujudan dari setiap piksel yang ada pada sensor, yang notabene adalah rangkaian peka cahaya yang tersusun secara baris dan kolom yang tiap pikselnya akan menangkap cahaya, merubahnya menjadi tegangan dan diproses menjadi data digital, semisal 12 atau 14 bit. Dengan 12 bit setiap piksel mampu menangani perbedaan terang gelap sebanyak 4.096 level sedang dengan 14 bit mampu membedakan terang gelap hingga 16.384 level.
Sampai tahap di atas sensor belum menangkap warna, karena gambar yang dibentuk baru sebatas grayscale dari hasil tangkapan terang gelap sensor. Untuk itu di tiap piksel dipasang filter warna sehingga tiap piksel akan menangkap satu dari tiga warna berikut : Red (R), Green (G) dan Blue (B). Ambil contoh filter warna merah, piksel sensor yang dipadukan dengan filter merah akan menghasilkan keluaran grayscale namun berwarna merah. Sehingga jelas disini kalau setiap piksel selain memiliki informasi terang gelap (luminance) juga memiliki informasi warna (chrominance).
Keluaran dari sensor yang sudah mengandung informasi luminance dan chrominance dari setiap piksel pada sensor inilah yang dinamakan format RAW. Data ini masih berukuran besar (bisa mencapai puluhan mega byte) dan akan diproses lebih lanjut di dalam kamera, atau disimpan di memori sebagai file mentah siap olah.
Tahap konversi dari RAW menjadi JPG
Format RAW sendiri barulah tahap awal dari proses panjang pemrosesan foto secara digital, entah itu dilakukan otomatis pada kamera maupun secara manual memakai komputer. Bila ingin melakukan proses konversi dari RAW menjadi file lainnya (semisal JPG) maka diperlukan program konversi atau biasa disebut RAW converter. Pada dasarnya teknologi kamera digital dalam menghasilkan file JPG kini sudah semakin modern dengan kemampuan proses data yang semakin baik, sehingga sebagian besar proses di kamera sudah bisa dibilang memuaskan.
Untuk melakukan konversi dari file RAW menjadi JPG akan melalui tahapan proses berikut :
Interpolasi (demosaicing)
Proses ini adalah tahapan umum bagi sensor yang mengandalkan filter warna Beyer. Karena tiap piksel hanya memiliki satu informasi warna (entah merah, biru atau hijau) maka diperlukan proses interpolasi yang akan menambahkan warna lain berdasarkan data dari piksel yang bertetangga. Proses ini memang menghasilkan warna yang kurang akurat apalagi bila dibandingkan dengan filter Foveon yang punya 3 lapis filter RGB.
Koreksi gamma
File RAW memiliki kurva gamma yang linier dan sangat berbeda dengan tonal yang ditangkap oleh film maupun mata manusia. Hal ini dikarenakan sensor adalah perangkat linier, bila cahaya yang mengenai sensor naik dua kali lipat maka tegangan keluaran sensor juga naik dua kali lipat. Untuk itu diperlukan koreksi gamma (tone curve) sehingga tonal yang dihasilkan bisa mendekati apa yang dilihat oleh mata manusia.
Sharpening, kontras, saturasi dan white balance
Inilah proses untuk membuat file JPG menjadi tampak lebih menarik, yaitu menaikkan ketajaman, meningkatkan kontras dan juga saturasi warna. File RAW yang sesungguhnya masih sangat flat, memiliki kontras yang rendah dan saturasi warna yang masih pucat. White balance diatur sehingga warna yang dihasilkan akan sesuai dengan temperatur warna dari sumber cahaya yang ada, seperti sinar matahari, lampu neon atau lampu pijar.
Kompresi
Langkah terakhir yang khusus dilakukan bila ingin file RAW menjadi JPG adalah kompresi, dimana konsep JPG sendiri adalah lossy compression sehingga sebagian data akan dihilangkan. Semakin tinggi tingkat kompresi maka semakin banyak data yang dibuang, semakin kecil ukuran file JPG dan semakin jelek hasil fotonya (muncul artefak yang mengganggu).
Dengan mengerjakan tahap demi tahap diatas secara terpisah memakai RAW converter, kita bisa melakukan pengaturan tingkat lanjut untuk setiap foto yang ada, namun akan memakan waktu lama meski sepadan dengan hasil yang didapatkan. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu tujuan memotret dan apakah perlu menyimpannya kedalam file RAW atau cukup memakai JPG saja.
Untung rugi format RAW
Banyak yang saat akan membeli kamera digital, mensyaratkan kalau kamera yang akan dibelinya harus bisa membuat file RAW untuk keleluasaan pengolahan gambar. Hal ini wajar karena dengan memotret memakai format RAW akan membuka banyak kesempatan menghasilkan foto yang lebih baik. Tidak seperti JPG yang sudah sangat sulit untuk diolah kembali secara leluasa, file RAW masih belum tersentuh pengolahan digital apapun dan memberi banyak ruang untuk olah digital.
Inilah beberapa keuntungan memotret (dan mengedit) dengan format RAW :
• kendali penuh akan White Balance, tonal, kontras, saturasi, sharpening dan noise reduction
• kendali akan eksposur, terhindar dari under/over eksposur
• kesempatan mendapat dynamic range lebih lebar berkat tonal per piksel yang lebih tinggi
• memungkinkan memakai metoda lossless compression sehingga terhindar dari artefak khas dari kompresi JPG

Adapun kerugian memakai format RAW adalah :
• ukuran file lebih besar, menghabiskan ruang kosong di memori dan memperlambat proses penulisan data ke memori
• diperlukan proses lebih lanjut setelah memotret dan untuk itu perlu software RAW converter (dan komputer yang cukup bertenaga)
• proses konversi untuk banyak file akan melelahkan dan menyita waktu
• setiap ada kamera baru perlu mendownload database camera RAW yang sesuai
Program RAW converter

Pada prinsipnya file RAW tidak standar antar merk dan masing-masing kamera punya metoda sendiri untuk memproses RAW ini. Untuk itu biasanya tiap kamera yang punya fitur RAW akan menyertakan CD berisi program dasar untuk mengolah dan mengkonversi RAW ke dalam file lain seperti JPG atau TIFF. Untuk kendali yang lebih lengkap dan sarat fitur diperlukan progam lain yang dijual terpisah seperti Adobe Camera RAW (sebagai plug-in Photoshop CS), Apple Aperture untuk Mac atau Capture One dari Phase One. Bagi yang ingin mencoba program gratis, ada juga program RAW therapee yang tersedia untuk Windows dan Linux.

Pada contoh gambar disamping, terlihat banyak parameter yang bisa diatur dengan program RAWtherapee seperti Exposure, Detail, Colour dan sebagainya. Untuk pengaturan Exposure sendiri tersedia pilihan seperti Exposure Compensation, Brightness, Highlight dan Shadow, kontras serta tone curve.
Kesimpulan
Pilihan memakai file RAW atau JPG kembali pada sang fotografer itu sendiri, tiap pilihan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Teknologi JPG semakin membaik, namun juga godaan untuk mengedit sendiri file RAW terkadang sulit untuk ditahan. Apalagi kini kapasitas memory card semakin besar, demikian juga dengan kecepatan baca tulisnya, sehingga memotret RAW tidak selalu menjadi kendala di lapangan. Setiap akan memotret coba pertimbangkan lagi, bila dirasa nantinya foto yang diambil akan banyak dilakukan olah digital, gunakan saja file RAW, karena file JPG sudah tidak banyak bisa diharapkan untuk olah digital secara leluasa.

Minggu, 17 Oktober 2010

Pencerahan tentang Filter

Beberapa saat yang lalu, ada kesempatan untuk mengambil gambar di Rawa Pening, namun dalam keadaan cuaca yang kebetulan sangat panas hasil gambar yang didapat mengecewakan kami. Beberapa teman menyarankan agar memakai filter. Pertanyaannya, apa itu filter? filter apa yang pas untuk dibawa? Apa bedanya dengan filter di perangkat pengolah citra seperti Photoshop atau Gimp?
Sedikit catatan dari beberapa teman pengertian filter adalah yang asesori optik kamera yang dapat dimasukkan ke dalam jalur optik kamera yang berbentuk persegi empat persegi panjang yang terpasang di dudukan aksesori dan umumnya berbentuk cakram terbuat dari gelas atau plastik dengan cincin bingkai logam atau plastik, yang dapat dibuka tutup di depan lensa kamera. Filter dapat menambahkan efek khusus. Filter dikenal melalui nomor Wratten
filter gnd
Bagi fotografer, filter memungkinkan untuk terjadi perubahan maupun untuk digunakan untuk kontrol dari gambar yang dihasilkan yang kadang-kadang dapat digunakan untuk membuat perubahan halus untuk foto yang dihasilkan. Kekurangan menggunakan filter adalah kemungkinan gambar yang berkualitas buruk akibat cahaya yang lebih sedikit atau akibat filter yang tergores, tetapi biasanya tidak akan menjadi masalah jika direncanakan dengan baik, namun dalam beberapa situasi filter lebih baik tidak digunakan.

Macam-macam filter kamera:
  • Filter Clear atau filter jernih, Filter Clear atau filter jernih adalah filter yang sepenuhnya transparan, dan tidak melakukan penyaringan masuk di semua gelombang cahaya. Guna filter ini adalah untuk melindungi bagian depan lensa.
  • Filter Ultraviolet atau filter Ultraungu, guna filter ini untuk mengurangi kekaburan gambar akibat gelombang ultraviolet (ultraungu) transparan yang berlebih seperti di daerah pegunungan dan di sekitar daerah pantai. filter ini juga digunakan untuk perlindungan lensa seperti halnya “filter clear”, filter UV juga mengurangi garis fringing ungu pada kamera digital, filter UV yang kuat kadang-kadang digunakan untuk pemanasan warna foto yang diambil dengan bayangan di siang hari dan Filter UV yang kuat, seperti UV17-2A dapat digunakan untuk mengurangi beberapa bagian spektrum cahaya violet yang memiliki warna kuning pucat, filter ini juga efektif untuk mengurangi kabut.                                 Kelebihan memasang filter UV ke lensa adalah membuat lensa lebih aman dari goresan, debu, cuaca dan lensa terjatuh tanpa sengaja, Anda dapat membersihkan filter sering tanpa harus khawatir tentang kerusakan coating (pelapis) lensa, karena bila filter yang tergores oleh pembersihan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan mengganti lensa.                                                                                      Ada perdebatan di kalangan fotografer tentang penggunaan UV filter:  beberapa menyatakan bahwa secara visual mempengaruhi hasil foto yang lebih buruk selain egfek vignetting disamping mengakibatkan lensa lekas panas. sedangkan yang lainnya menyatakan bahwa mereka tidak mempengaruhi dan filter yang merupakan pelindung lensa kamera.
  • Infrared Filter atau Filter Inframerah, digunakan untuk menyaring cahaya yang mempunyai panjang gelombang inframerah yang berada di seberang sisi terang dari spektrum UV akan diteruskan ke sensor kamera atau film. Untuk foto dalam IR anda perlu filter yang tersaring hanya cahaya inframerah, namun ada beberapa masalah dengan kamera modern. Sensor yang dibangun untuk tidak merekam cahaya inframerah, dan kecuali jika anda ingin memodifikasi kamera Anda secara permanen (atau membeli kamera yang dirancang khusus seperti Canon 20Da). Teknik yang sangat unik dan aneh karena mampu menyaring warna klorofil (hijau) daun sehingga menghasilkan “gambar yang lain”.
  • filter cpl
  • Filter Polarizer, Filter polarizer dalam fotografi hitam/putih maupun fotografi berwarna digunakan untuk menggelapkan warna langit. Karena awan relatif tidak berubah, kontras antara awan dan langit meningkat. Kabut pada atmosfer dan sinar matahari terpantul juga dapat dikurangi dengan filter ini dan dalam warna foto keseluruhan kejenuhan (saturasi) warna dapat meningkat. Filter polarizer tidak efektif pada kamera film yang tidak dipasang dengan benar. Filter polarizer sering digunakan untuk menangani situasi yang melibatkan imajinasi, seperti yang melibatkan air atau kaca, termasuk gambar yang diambil melalui kaca jendela (fenomena sudut Brewster's).                                                                         Tidak seperti filter lain filter polarizer tidak dapat digantikan oleh perangkat lunak pengolah citra karena sebagian besar optik yang mengendalikan efek polarisasi pada saat pengambilan gambar tidak dapat dibuat dalam perangkat lunak pengolah citra. Ada dua jenis filter polarizer yaitu linear polarizer dan circular polarizers (atau CPL filter). Kebanyakan dari filter polarizer adalah circular polarizer filter disebut CirPol atau CPL filter dan kita dapat mengubah tingkat polarisasi dengan memutar tombol luar lapisan filter. Tidak seperti filter lain filter polarizer dapat diaplikasikan pada fotografi digital, walaupun diolah di perangkat lunak pengolah citra karena sebagian besar optik yang mengendalikan efek polarisasi pada saat pengambilan gambar tidak dapat dibuat dalam perangkat lunak pengolah citra.
  • Filter Neutral Density atau Filter Kerapatan Netral (ND) digunakan untuk mengurangi jumlah cahaya yang mencapai sensor, yang memungkinkan fotografer untuk menggunakan aperture yang lebih besar untuk waktu yang lebih lama daripada apertur dalam keadaan normal tanpa filter. Salah satu contoh aplikasi filter ini untuk foto air terjun dengan kecepatan rana yang lambat saat hari terang. Tanpa filter ND lensa paling tidak akan dapat menggunakan aperture kecil dengan eksposur panjang. Sedang Filter Graduated Neutral Density (GND) adalah filter netral digunakan pada rentang dinamis akibat perbedaan eksposur antara highlight (biasanya langit) dan bayangan muka pada sisi bawahnya yang terlalu besar untuk diperoleh eksposur yang tepat untuk keduanya pada satu pengambilan gambar, semisal sisi langit yang cenderung overeksposur dan sisi bawah yang cenderung undereposur akan sulit untuk menghasilkan gambar dengan eksposur yang pas. Dengan pemakain filter ini langit akan tampak sedikit gelap dan sisi muka bawah tidak terjadi undereksposur.
  • filter grad
  • Color correction filter atau filter koreksi warna, gunanya untuk mengurangi efek pencahayaan yang tidak seimbang untuk nilai warna (white balance), semisalnya, filter biru 80A digunakan dengan siang hari untuk memperbaiki warna jingga hingga kemerahan pada lampu pencahayaan tungsten rumah tangga, sedangkan 85B digunakan untuk pencahayaan tungsten kebiru-biruan pada siang hari.             Filter koreksi warna dikenal dengan angka-angka yang kadang-kadang bervariasi dari produsen ke produsen, namun fotografi digital, penggunaan filter ini telah dapat dikurangi dengan perangkat lunak pengolah citra setelah gambar diambil.
  • Color subtraction filter atau filter pengurang warna, digunakan untuk menyerap warna tertentu dari cahaya dan membiarkan warna sisanya. Filter ini dapat digunakan untuk mendominasi warna utama yang membentuk sebuah citra. Filter ini paling sering digunakan dalam industri percetakan terutama untuk separasi warna dan digunakan sebagai solusi fotografi digital.Filter ini umumnya digunakan dalam fotografi hitam dan putih untuk memanipulasi kontras. Sebagai contoh filter kuning akan meningkatkan kontras antara langit dengan awan dan penggelapan yang kedua. Filter Oranye dan merah akan mempunyai efek yang lebih kuat dalam menyaring hijau gelap sehingga langit terlihat terang.Sebaliknya untuk mengurangi kontras digunakan filter difusi.
  • Color Diffusion filter atau Filter Difusi atau softens sering digunakan untuk potret, mempunyai efek mengurangi kontras, dan filter yang dirancang menggunakan beberapa bentuk grid atau jaring pada filter.Efek pada filter ini dapat dengan diperoleh dengan perangkat lunak pengolah citra, yang dapat memberikan kontrol yang tepat dari berbagai tingkat efek, namun kelebihan dari "melihat" dengan filter mungkin akan tampak berbeda. Selain itu, akan langsung terlihat jika ada kontras yang terlalu tinggi pada sensor digital atau film, sedang pada pasca pengolahan citra sulit untuk dapat dikompensasi akibat penurunan kontras gambar. Filter diffus tranparan umumnya dibuat dengan cara memodifikasi clear filter atau UV filter dengan menempatkan berbagai materi seperti minyak ter, optik semen, dan kuku polandia. filter tranparan lebih umum digunakan untuk menciptakan efek "kabur" atau "berkabut"  selain digunakan untuk mengurangi kontras.Selain pemakaian filter difusi, efek difusi atau pengurangan kontras dapat dilakukan dengan cara menempatkan lensa didepan kotak jala kelambu terbuat dari nylon.
  • Cross screen Filter atau Filter Bintang, disebut filter bintang karena filter ini dapat membuat pola bintang berupa baris yang menyebar keluar dari objek yang terang. Pola bintang yang dihasilkan oleh sinar yang datang diakibatkan oleh kisi-kisi filter atau kadang-kadang oleh penggunaan prisma pada filter. Filter ini banyak dipakai pada fotografi malam agar sinar atau cahaya lampu lebih kelihatan berpendar.
  • Diopters Filter dan Split diopters filter, Diopters filter yang sering disebut filter makro atau filter close-up terdiri dari satu atau dua elemen lensa yang digunakan untuk membantu fotografi dengan obyek atau fokus yang relatif dekat seperti dalam fot close-up dan fotografi makro. Mereka kadang-kadang dijual satu per satu, dan kadang-kadang dijual di kit dari +1, +2, dan +4 diopters, walaupun hasilnya tidak 1:1 makro,mereka memungkinkan untuk dapat dikombinasikan.Split diopter adalah filter diopter yang hanya setengah dari lensa kamera yang ditutupi oleh filter. Split diopter bulat memiliki ring filter biasa namun hanya setengah lingkaran dari kaca (atau plastik). Hal ini memungkinkan fotografer untuk memotret objek yang sangat dekat dengan latar belakang lebih jauh, secara efektif memperpanjang DOF atau kedalaman lapangan.
Filter kamera umumnya terbuat dari kaca, resin plastik (seperti CR39), polyester dan polycarbonate; ada juga yang terbuat dari asetat atau bahkan agar-agar atau jel, filter warna biasanya menggunakan campuran beberapa bahan bahkan ada filter berlapis yang terdiri dari lembaran tipis bahan dikelilingi dan didukung oleh dua buah gelas kaca atau plastik. Beberapa jenis filter menggunakan bahan-bahan lain di dalam kaca berlapisnya misalnya, film khusus pada filter polarizer dan kasa nilon kelambu pada filter diffus.
Kualitas filter ditentukan oleh lapisan-lapisan optik yang memungkinkan lebih banyak cahaya untuk melewati filter. filter tidak di lapis (uncoated filter) dapat memblokir hingga 9% dari cahaya, sementara filter multi lapis dapat memungkinkan hingga 99,7% dari cahaya yang melewati. Beberapa produsen dengan kualitas tinggi untuk filter filter multi lapis antara lain berlabel:  Hoya: HMC (Hoya Multi Coating) dan  B + W: MRC (Multi Coating Ressist)
Kejelakan yang dapat dikurangi dengan pemakaian filter adalah pengurangan panas dan kontras akibat lapisan multi lapis di filter. Pengecualian untuk aturan ini adalah pada filter inframerah dan ultraungu di mana filter yang tidak dilapis (uncoated filter) malah banyak dipakai.
Lantas filter apa yang wajib untuk dimiliki untuk menikmati lansekap dramatis yang luas?
Untuk hunting foto lansekap pasti akan banyak fotografer yang setuju kalau anda membawa Filter UV untuk melindungi lensa dan mengurangi kabut dan efek fringe, Filter Circular Polarizer (Cir pol atau CPL) untuk memotret lansekap dipagi atau sore hari, Filter Neutral Density (ND) untuk memotret efek kusus pada aliran sungai atau air terjun, GradND untuk foto landskap yang melibatkan banyak bagian langit, sedang untuk keperluan khusus marine pack filter alias filter koreksi warna untuk fotografi bawah air dangkal.

Walaupun kita tidak harus selalu mempunyai semua filter, namun memahami cara kerja filter akan memberikan tambahan Arsenal peralatan untuk membuat hasil foto yang lebih ajaib serta pengalaman baru yang tentu saja akan menambah pengetahuan fotografi anda daripada yang telah anda pernah peroleh sebelumnya. Setuju?

Teknik/Tips Memotret Makro

Fotografi makro berarti fotografi untuk merekam subyek seukuran aslinya baik pada sensor di kamera digital atau film negatif, berarti bahwa gambar pada negatif adalah berukuran yang sama baik dalam subyek maupun kehidupan nyata; fotografi makro juga berarti cara ekstrim untuk mendapatkan gambar secara rapat dengan obyek untuk memperbesar obyek mikro yang renik agar terlihat besar makro dengan pengambilan gambar pada jarak terdekat yang menampilkan detail pada obyek tanpa menimbulkan efek distorsi.
Photobucket

Metode untuk mendapatkan foto makro ada beberapa cara, antara lain:
  • Lensa makro; Lensa makro yang ditandai dengan rasio seperti 1:1 atau 1:2. Beberapa tinggi akhir lensa bahkan dapat memberikan kehidupan yang lebih besar dari magnifikasi atau pembesaran seperti 5:1.  
  • Perpanjangan tabung (extention tube); Tabung berongga adalah perpanjangan dari berbagai tabung panjang yang meningkatkan jarak fokus lensa dengan menggerakkan elemen lensa lebih dari film atau sensor. Perpanjangan tabung kamera pada saat yang umumnya menonaktifkan fitur autofokus. pada Canon EF 12 II menghasilkan magnifikasi atau pembesaran 0.3 hingga 0.5 kali sedang pada tabung EF 25 II terjadi magnifikasi 0.7 kali.
  • Memakai filter close up atau filter diopter, dimana obyek yang ditengah akan terlihat detail namun terjadi efek buram pada pinggir frame karena efek cembung lensa. metoda yang lebih murah karena harga filter yang lebih murah daripada lensa makro dan pada beberapa filter dapat digabungkan satu dengan lainnya tanpa menurunkan nilai kompensasi eksposur.
  • Memakai lensa terbalik atau reverse lens; yaitu teknik membalik lensa baik memakai pengait atau bahkan plester, pada cara ini masih didapat hasil blur pada pinggir frame atau efek vignetting pada pinggir frame.
Photobucket
Setidaknya ada 4 hal yang harus kita pelajari dalam usaha untuk memperoleh foto makro yang berhasil :
  • Fokus; Karena subyek fotografi makro yang seringkali sangat kecil dan kompresi faktor kedalaman bidang fokus harus sangat tepat, maka sangat mudah terjadi efek vignetting atau bahkan blur, sehingga tripod sangat disarankan jika menggunakan kecepatan rana yang tinggi, bila tripod tidak stabil atau tidak mendukung salah satu pilihan karena lokasi atau subjek kecepatan, gunakan kecepatan rana tercepat untuk mengurangi gerakan tubuh yang dapat mengubah fokus poin, disini disarankan untuk menggunakan fokus manual.  Perhatikan juga komposisi pada subyek yang renik, semisal : potret dari capung atau serangga berfokus di wajah merupakan hasil yang baik sehingga wajah atau muka dari subjek semacam serangga adalah titik fokus yang baik.
  • Kedalaman Lapangan (depth of field - DOF); pada fotografi makro kedalaman lapangan sangat tipis. kecepatan rana kecil (F-stop besar) seperti F22 akan memberikan kedalaman bidang sangat tipis sehingga daerah terfokusnya sangat sempit. Kompresi ini berasal dari jarak yang sangat kecil diperlukan antara lensa dan subjek juga memiliki tinggi magnifications sering digunakan dalam fotografi makro. Karena itu kedalaman bidang kompresi, presisi fokus dan stabil adalah peralatan penting.
  • Pencahayaan ; fotografi makro membutuhkan jauh lebih banyak cahaya daripada fotografi standar. Hal ini disebabkan karena pembesaran (magnifikasi) dan perpanjangan lensa tabung mengakibatkan cahaya yang mencapai film atau sensor kamera kurang. aperture yang kecil digunakan untuk memperoleh sebanyak mungkin DOF yang memerlukan lebih banyak cahaya yang cukup untuk eksposur. semakin dekat obyek ke lensa maka intensitas sinar akan berkurang karena tertutup oleh bayangan kamera dan lensanya. kombinasi extention flash dengan memakai trigger sering dipergunakan untuk memperoleh efek yang menarik, namun ring flash yang menempel pada lensa lebih disukai karena praktis.
  • Subyek; Meskipun fotografi makro berfokus pada hal-hal renik, subjek tidak selalu harus kecil. Dengan subyek yang lebih besar Anda hanya fokus pada bagian dari subyek. Misalnya, bagian dalam jam tangan yang rumit, atau binatang peliharaan Anda sendiri bisa menjadi subyek fotografi makro baik.
Photobucket
Lensa makro favorit untuk fotografi makro dengan kamera dslr:
  • Minolta 100mm 2.8 RS/D
  • Tamron AF 90mm f/2.8 SP
  • Canon EF 100mm f/2.8 Macro USM
Photobucket